Pagi di Kota
Jakarta. Semua dengan kepenatannya. Macetnya dan orang-orang yang berlalu
lalang berangkat kerja. Cantika dari sejak pagi sudah siap-siap untuk pergi ke
Stasiun Jatinegara untuk menunggu pacarnya pulang. Pacarnya yang sedang
melakukan pekerjaan di Solo, setiap akhir bulan dia akan pulang. Dia sudah
melakukannya dari tiga bulan yang lalu tapi selama itu Cantika tidak menemui
pacarnya pulang.
Cantika rindu.
Setiap akhir bulan Cantika menyempatkan diri untuk menunggu pacarnya di Stasiun
Manggarai. Setelah menyelesaikan pekerjaannya dia pergi ke Stasiun Manggarai.
padahal setiap itu pula Cantika tidak berhasil menemui pacarnya. Mengabari untuk
pulang pun tidak pernah selama enam bulan ini.
Sudah minuman
ketiga yang dibeli oleh Cantika di minimarket yang berada di dalam Stasiun
Manggarai. Walaupun rasanya benar-benar tidak enak menunggu tapi yang ditunggu
benar-benar tidak datang, atau memang tidak akan pernah datang.
***
Senja di
Stasiun Purwokerto. Semburat warna jingga menyambut kedatangan keretanya Andra.
Kereta Serayu Malam yang seharusnya sampai di stasiun pukul 16.30 WIB, menjadi
pukul 16.50 WIB. Lalu kereta itu berangkat dari Stasiun Purwokerto pukul 17.00 WIB. Sudah sering dia naik kereta jauh
ini. Surabaya, Solo, dan Jogja. Daerah-daerah yang sering dia kunjungi selama
setahun ini. Andra terus menyibukkan dirinya sendiri setelah lulus. Bukan mau
dirinya untuk sibuk hingga sering keluar kota. Dia hanya ingin menyibukkan diri
supaya dapat melupakan Rin. Dia memang sudah punya pacar, tapi dia benar-benar
belum bisa melupakan Rin.
Andra duduk di gerbong
3 kursi 17 E. Stasiun tujuan akhir Andra adalah Stasiun Jatinegara. Sesuai
dengan rincian yang tertera pada tiket. Dua hari yang lalu adalah hari sibuknya
Andra. Di Purwokerto berkeliling dari tempat yang satu ke tempat lainnya.
Mencari kuliner khas dan tempat-tempat bersejarah di Purwokerto. Dan setelah
semua itu selesai Andra harus mengetik laporannya. Setelah itu mengirimnya ke
kantor melalui email. Hanya di kereta inilah Andra baru bisa merasakan
istirahat. Andra tertidur.
Andra tertidur
pulas. Perjalanannya masih sangat panjang untuk bisa sampai ke Jakarta. Namun
dirinya yang lain tidak tertidur.
***
Kereta terus
berjalan. Dari luar suasananya sudah gelap, hanya bisa melihat nyala-nyala
lampu dari rumah-rumah penduduk, dan pemandangan sawah yang terlihat agak
mencekam pada malam hari. Mr. Choi sedang menikmati perjalanan tersebut walaupun
suasana benar-benar gelap di luar.
Sampai di
Stasiun Kiaracondong, kereta berhenti
untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Mr. Choi yang sedang
mendengarkan musik tersentak saat ada yang memanggilnya menyentuh bahunya.
“Maaf mas, bisa
saya duduk di dekat jendela,” menunjuk kursi dekat jendela, “saya tidak nyaman
dan cenderung mabok jika tidak duduk di dekat jendela.”
Mr. Choi memicingkan
mata.
“Boleh saya
lihat tiket masnya dulu?”
Mas yang tadi
memberikan tiket itu kepada Mr. Choi.
Mr. Choi
memeriksanya. Mr. Choi menimbang-nimbang apakah dia akan memberikan kursi itu
atau tidak, karena dari tiketnya memang harusnya disamping dia, walaupun tidak
di dekat jendela.
Dia pun
memberikan tempat itu setelah menimbang-nimbang selama lima menit. Di wajah
penumpang itu terlihat kesal yang dipendam-pendam.
“Mas, kita
belum kenalan.” Mr. Choi memberikan tangan dan memulai percakapan.
“Oh, saya Farid,
Farid Ardi, masnya siapa namanya?”
“Saya Mr.
Choi.”
“Orang Korea?”
“Bukan, saya
keturunan, udah dari lahir tinggal di Indonesia.”
“Oh ya, mau
tanya nih mas, kenapa mau duduk di dekat jendela, ini kan sudah tengah malam
juga, sudah pasti tidak ada yang bisa dilihat.”
“Saya lebih
nyaman kalau duduk dekat jendela, bisa senderan juga, terus di luar walaupun
gelap nih Mr, saya hanya ingin melihat ke luar. Melihat duniaku sendiri di luar
dan mengimajinasikannya.”
“Seperti tidak
ada tujuan, misalnya ya Farid?”
“Bukan begitu
Mr, saya hmm apa ya. Melihat keluar itu bukan hanya tanpa tujuan, pasti punya
tujuan. Seperti saya misalkan, sambil senderan, sambil memikirkan sesuatu atau
sambil tiduran. Nah mungkin kalau Mr akan beda lagi kalau Mr yang duduk
disini.”
“I don’t
know. Tapi yang menarik, sambil memikirkan sesuatu? Apa yang mas Farid
pikirkan pas ngeliat keluar. Kalau saya biasa aja kalau melihat keluar,
memikirkan perasaan kah?”
Semua penumpang
kereta sudah tertidur pulas. Seorang wanita tidur menyender dengan prianya.
Anak-anak dipangkuan ibunya.
“Perasaan ya?
Sudah lama saya melupakan itu Mr.” Tersenyum getir. “saya rasa tidak hanya soal
perasaan mister kalau orang yang duduk dekat jendela. Ada banyak alasan, bisa
saja orang yang duduk dekat jendela hanya ingin menenangkan diri. Tidak ada
yang tahu kalau alasan itu, dan bisa saja berbeda pemikiran saya dengan
pemikiran Mister.”
Mr. Choi merasa
lapar. Dia pun pamit ke Farid sebentar untuk ke kantin gerbong.
“Bentar saya
mau ke belakang dulu.”
Dari gerbong ke
gerbong Mr. Choi melihat jajaran-jajaran kursi. Tatapan dia merendahkan.
Farid terus
memperhatikan pemandangan keluar jendela. Walaupun gelap, dia hanya ingin
meresapinya. Beberapa hari ini pikirannya kalut oleh hubungannya dengan Cantika.
Hubungannya terasa membosankan. Jarak yang terlalu jauh dan Farid yang terlalu
cuek membuat hubungan ini terasa membosankan. Memikirkan itu membuat ia terasa
lelah tiap hari. Sudah berkali-kali Farid mengabaikan telpon dari Cantika.
Berbalas pesan pun Farid hanya menjawab sekenanya. Farid pun tertidur.
Mr. Choi
kembali dari kantin. Di tangannya membawa kopi botolan dan plastik yang berisi
beberapa roti dan makanan kecil.
“Aduh sudah
tidur aja ya.” Gerutu Mr. Choi.
Mr. Choi
memiringkan kepalanya. Mr. Choi memperhatikan ponsel Farid yang sedang di charge. Handphone itu menyala
karena ada telpon dari seseorang. Nama yang tertera dilayar, Cantika.
Siapa itu?
Pacarnya kah? Kenapa malah ditinggal tidur sama nih orang? Ada masalah kah
antara mereka berdua?Kerjain ah. Dalam hati Mr. Choi.
Tangan Mr. Choi
berusaha mengambil handponenya Farid. Pelan-pelan. Lalu Mr. Choi berhenti karena
melihat ada pergerakan dari Farid. Melihat handphonenya berhenti bergetar, Mr.
Choi berhenti.
Farid melek,
Farid seolah kaget dengan getar yang berasal dari handphonenya. Dia mematikan
handphonenya. Melanjutkan tidurnya. Namun tidak bisa tidur dan memandang keluar
jendela.
Mr. Choi
disampingnya menikmati pemandangan kegalauan ini dengan makanan ringan sambil
meminum kopinya. Sudah hafal dia dengan suasana galau ini. Mr. Choi sering
memperhatikan dirinya yang lain galau.
Dirinya
sebenarnya heran, kenapa seseorang sering galau karena perasaan. Apakah
perasaan itu tidak bisa dibunuh. Terus kenapa pria selalu tidak bisa tegas
masalah perasaan baik itu saat menyukai ataupun saat hubungan jarak jauh. Tapi
satu prinsip Mr. Choi, setiap kali mempunyai perasaan, harus diutarakan, bukan
dipendam atau malah meninggalkan perasaan. Dia benci pria-pria seperti itu,
sama bencinya ia dengan tubuh yang satunya jika sedang galau. Mr. Choi
mengepalkan tangannya saking bencinya.
Dalam
kebenciannya itu dia mempunyai ide yang menarik di kepalanya. Dia pun
mempersiapkannya. Dari membeli minum dan menyiapkan sebuah obat. Untuk obat dia
sebenarnya sudah sangat siap sedia di tas. Dan yang pasti dia mempunyai alat
suntik pula.
Tapi sepertinya
itu tidak dibutuhkan karena Farid terlihat sangat lelah, dilihat dari tidurnya
yang nyenyak sekali. Dia pun mencoba diam-diam menyalakan handphonenya Farid,
mengecek chatting Farid dengan kekasihnya. Dalam benaknya. Wow cuek
sekali kau Rid.
Dalam chat terakhir
Farid dengan Cantika. Cantika menanyakan kabar dan kapan Farid akan pulang
tidak lupa dalam chat tersebut emoticon peluk. Mr. Choi memulai
rencananya.
***
Kamar apartemen
itu sudah redup. Namun penghuninya masih melihat foto-foto di handphonenya.
Cantika masih belum ingin tidur. Membuka foto lalu memperbesar lalu pindah ke
foto lain lalu memperbesar lagi, sesekali Cantika mencoba menelepon orang yang
berada di foto itu, ingin bertanya kabar dan mendengar suara dari orang itu,
tapi tidak diangkat. Mungkin orang itu lelah. Orang di foto itu adalah
kekasihnya, Farid. Sudah beberapa bulan ini hubungannya dengan Farid tidak
terjalin dengan baik. Di telepon jarang diangkat, di chat balasnya hanya
sekenanya, bertemu pun jarang. Mungkin karena sibuk atau apapun itu alasannya,
Cantika sangat tidak nyaman. Begitulah perempuan, jika ada yang berubah dari
orang yang disayanginya, perempuan langsung mengetahuinya.
Tidurnya tidak
teratur akhir-akhir ini. Kantung matanya terlihat jelas. Pikirannya terlalu
penuh sehingga tidak bisa tidur cepat.
Tring!
Sayang, besok
aku pulang. Sampai di Jakarta sekitar jam 6.00 pagi. Aku sampai di Stasiun
Manggarai sekitar jam 8.00 kalau keretanya telat. Kita bertemu di Stasiun
Manggarai. Good night sayang. Sleep tight!
Cantika
tersenyum.
Iyah good night
sayang.
Cantika
menemukan kebahagiaannya kembali.
“Ah, waktunya
tidur nyenyak!”
***
“Kira-kira
dimana ya tempat yang enak untuk mempertemukan Farid dengan pacarnya?” Mr. Choi
bergumam pelan sambil berfikir. “ah iya di Manggarai.”
Mr. Choi
tersenyum setelah mengirim chat kepada Cantika. Dan Mr. Choi menaruh air
mineral yang tadi dipersiapkan. Mr. Choi menaruh disampingnya Farid dan
menuliskan pesan di secarik kertas. Ini Mr. Choi persiapkan karena dia
sepertinya akan turun duluan.
“Aduh duh elo
tidur kayak orang mati Rid. Oh ya, pengennya sih main-main sama pria kayak lo,
hm tapi gue kasian sama wanitamu.” Tersenyum licik.
Kereta sudah
melewati Stasiun Tambun, yang sebentar lagi di Stasiun Bekasi Mr. Choi turun.
Turun untuk melarikan diri dari Farid.
Kereta akan
memasuki Stasiun Bekasi. Periksa kembali barang bawaan anda jangan sampai ada
yang tertinggal.
Mr. Choi
merapikan tasnya dan mengecek barang-barangnya supaya tidak ada yang tertinggal
di kereta.
***
Cantika sejak
subuh sudah rapih. Baju yang terbaik, tidak berlebihan dan riasan yang terbaik.
Jam 6.00 WIB,
Cantika sudah berada di jalanan Jakarta. Mengendarai mobil dari Kuningan sampai
Stasiun Manggarai. Wajahnya sumringah setelah enam bulan sadar bahwa hubungan
jarak jauh ini ada masalah, akhirnya Farid mengajaknya bertemu dan meminta
jemput. Walaupun hari ini minggu, Jakarta tetap saja ramai. Mungkin benar kata
sindiran untuk kota ini bahwa “Jakarta akan sepenuhnya bebas macet pada saat
Hari Raya Idul Fitri.”
Cantika tidak
lupa membawa makan untuk Farid. Cantika ingin makan pagi dengan Farid. Semua
harapan-harapan sedang menumpuk dihatinya, termasuk rencana untuk untuk Farid dan dirinya untuk
hari ini.
***
Pukul 6.15
kereta yang ditumpangi Farid sudah sampai di Stasiun Pasar Senen.
Kereta akan
memasuki stasiun akhir Stasiun Pasar Senen. Periksa kembali barang bawaan anda.
Jangan sampai ada yang tertinggal.
“Mas, mas,
sudah sampai Stasiun Senen.” Satpam kereta membangunkan.
“Ah iya,
terimakasih mas.” Farid bangun masih agak bingung.
Farid bingung
dengan perginya Mr. Choi. Masih mengira kalau Mr. Choi akan turun bersama.
Farid langsung keluar dan memesan tiket komuter menuju Stasiun Manggarai.
Stasiun Senen
ramai dengan aktifitasnya yang naik dan menurunkan kereta-kereta jarak jauh.
Banyak penumpang yang membawa barang. Kardus-kardus yang berisi bawaan dari
kampungnya.
Komuter yang
akan ke Stasiun Manggarai sudah sampai. Kereta tidak terlalu penuh karena ini
adalah hari libur. Jadi Farid masih bisa duduk. Farid menyalakan handphonenya,
memasang earphone ke telingannya.
Di Stasiun
Kramat, handphonenya Andra berbunyi. Masuk chat dari Cantika.
Sayang, kamu
sudah sampai mana? Nanti ketemu di Stasiun Manggarai ya. Aku lagi di Jalan mau
ke Stasiun Manggarai nih.
Wah? Yaudah
hati-hati.
***
Cantika
menyetir mobil dengan tenang. Macet di sekitar daerah Rasuna Said, Kuningan.
Selagi macet Cantika chat Farid.
Setelah
menunggu lama balasan Farid. Cantika cemberut melihat balasannya. Balasan yang
singkat dengan sedikit perhatian. Membuat dia memukul setirnya sendiri yang
mengakibatkan klaksonnya bunyi. Tapi orang yang kesal tidak akan menghiraukan
bunyi itu.
Cantika tetap
melanjutkan perjalanannya. Dia ingin sekali bertemu dengan Farid. Tidak mau
tahu apapun yang terjadi Cantika ingin bertemu dengan Farid, itulah kata
hatinya untuk saat ini walaupun sedang kesal.
Puku 7.25
Cantika sudah sampai di Stasiun Manggarai. Dia mempunyai akses untuk masuk ke
stasiun tanpa harus membeli dahulu karena mempunyai kartu e-money.
Cantika memperhatikan sekitar mencari Farid. Dia mencari tempat duduk yang
kosong. Mencari tempat yang pas untuk dapat menemukan Farid. Cantika memilih
dekat minimarket yang berakhiran point.
Farid
bersiap-siap untuk turun. Tasnya yang dia letakkan di bawah disangkilnya.
Cantika melihat
turunnya Farid, menghampirinya. Memegang tangannya, lalu memeluknya. Rasa kesal
yang tadi seolah lenyap setelah melihat Farid.
“Hei, maafkan
aku ya, yang sering menghilang.” Farid memulai.
“Diam dulu.”
Pelukan Cantika makin erat. “kamu jangan sering begitu, aku kangen tau, kita
kan jauh, masa kamunya dingin, nanti aku benar-benar kedinginan disini.”
Farid mematung
diam dipeluk dan dibilang seperti itu.
Suasana Stasiun
seolah berjalan lambat pada saat itu. Farid meneropong masalah-masalahnya
dengan Cantika. Dia berpikir, sepertinya tidak ada salahnya untuk memulai kembali.
Farid melepas
pelukan Cantika. Tangan kanannya di pundak kanan Cantika, tangan kirinya di
pundak kiri Cantika. Kedua matanya memperhatikan Cantika mengeluarkan air mata.
Maafin aku ya,
kamu cantik banget loh hari ini.
Dalam hatinya Farid.
“Sayang.” Mengusap
air mata Cantika. “sudah jangan nangis lagi, aku kan sudah disini.” Memeluk
Cantika.
Cantika masih
terdengar sesenggukan. Farid mengeratkan pelukannya untuk meredakan kesedihan
Cantika.
“Hayuk kita
keluar dulu.” Farid menggenggam tangan Cantika menuju pintu keluar.
Sekarang mobil
dibawa oleh Farid. Sepanjang perjalanan Cantika tertidur. Terlihat wajah wanita
itu yang cantik dengan rambut tergerai. Farid mengarahkan mobilnya ke arah
Taman Menteng. Ketika lampu lalu lintas Farid membenarkan posisi tidur Cantika
dan tersenyum.
Farid dan
Cantika sampai di Taman Menteng. Farid turun dari mobil. Farid membiarkan
sebentar Cantika tidur. Dari wajah Cantika, Farid tahu bahwa Cantika
akhir-akhir ini pasti sangat kelelahan. Tapi Farid hanya menduga kalau Cantika
kelelahan karena banyaknya pekerjaan yang harus Cantika kerjakan.
Farid bersender
di samping mobil. Menarik nafas lalu menghembuskan pelan. Melepaskan pikiran
yang ada di pikirannya. Lalu lalu masuk membangunkan Cantika.
“Sayang, wake
up!” Farid di dekat kuping Cantika. “kita sudah sampai.”
Cantika bangun,
dan mengucek matanya.
“Aduh, maaf aku
ketiduran sayang.”
“Ngga apa-apa sayang,
oh iya nih minum dulu.” Tersenyum. “sudah? Kalau sudah, hayuk kita ke taman.”
“Eh bentar.”
Cantika mengambil bekal yang dibawanya di kursi belakang. “aku sebelum
berangkat membuat ini loh, khusus buat kamu.”
“Iyah, nanti
kita makan bareng.”
Mereka duduk
menikmati suasana Taman Menteng. Taman Menteng saat itu sedang sepi. Farid
membuka bekal yang diberikan tadi. Farid memutar badannya hingga dia menyamping
ke Cantika. Farid ingin memperhatikan terus Cantika. Farid memperhatikan
Cantika daritadi gelisah dan terlihat keringat-keringat mengucur. Farid
meletakkan tempat bekel itu.
“Sayang, kamu
ngga apa-apa?”
Cantika pingsan
tepat dipangkuan Farid.
Farid coba
membangunkan, tapi tetap tidak bangun.
Farid
menggendong Cantika ke mobil. Melajukan mobilnya ke rumah sakit terdekat.
Dalam keramaian
rumah sakit Farid menatap kosong ke depan. Memikirkan Cantika, ada penyesalan. Lalu
handphonenya berdering. Dari nomer tidak dikenal.
“Halo, ini
siapa?”
“Halo rid,
sombong sekali kau ini tidak menelpon balik, padahal aku mencatat nomer telepon
ku di kertas yang aku tinggalkan untukmu di kereta.”
“Oh Mr. Choi,
ada apa?”
“Hmm, kirain
aku kamu pingsan Rid, ternyata obatnya ga bekerja padamu ya?”
“Hei, apa yang
kamu maksud?”
“Ah, aku kan
memasukan obat tidur ke dalam air minum yang aku kasih ke kamu.”
“WHAT?”
“Yes Rid,
kebetulan dosis obat tidurnya lumayan banyak yang aku masukan ke dalam air itu,
hahaha.”
“HEI, JANGAN
MACAM-MACAM MR. BUKAN SAYA YANG KENA EFEK ITU TAPI PACAR SAYA.”
“Baguslah, kamu
bisa terus sama pacar kamu jadinya, tujuanku tercapai, haha.”
“HEI, APA
MAKSUDNYA?”
Telepon
terputus. Farid kesal bukan main, dia mengepalkan tangannya. Dia harus
bertindak terhadap orang sosiopat macam Mr. Choi. Dokter datang untuk
memberitahu hasil pemeriksaannya.
“Nak Farid,
Cantika terpapar obat tidur dengan dosis yang sangat tinggi, kemungkinan 2 atau
3 hari baru bisa sadar, Cantika juga kelelahan karena dilihat dari
tanda-tandanya dia kurang tidur.”
“Oh, oke dok,
terimakasih.”
Farid masuk ke
dalam kamar rawat Cantika. Farid mengelus rambutnya Cantika dan memegang
tangannya. Dia menatap sedih. Dan juga ada rasa kesal di dalam hatinya.
“Awas kamu Mr.
Choi!”
Comments
Post a Comment