CERITA DALAM KERETA CHAPTER 5 : LDR

Pagi di Kota Jakarta. Semua dengan kepenatannya. Macetnya dan orang-orang yang berlalu lalang berangkat kerja. Cantika dari sejak pagi sudah siap-siap untuk pergi ke Stasiun Jatinegara untuk menunggu pacarnya pulang. Pacarnya yang sedang melakukan pekerjaan di Solo, setiap akhir bulan dia akan pulang. Dia sudah melakukannya dari tiga bulan yang lalu tapi selama itu Cantika tidak menemui pacarnya pulang.
Cantika rindu. Setiap akhir bulan Cantika menyempatkan diri untuk menunggu pacarnya di Stasiun Manggarai. Setelah menyelesaikan pekerjaannya dia pergi ke Stasiun Manggarai. padahal setiap itu pula Cantika tidak berhasil menemui pacarnya. Mengabari untuk pulang pun tidak pernah selama enam bulan ini.
Sudah minuman ketiga yang dibeli oleh Cantika di minimarket yang berada di dalam Stasiun Manggarai. Walaupun rasanya benar-benar tidak enak menunggu tapi yang ditunggu benar-benar tidak datang, atau memang tidak akan pernah datang.
***
Senja di Stasiun Purwokerto. Semburat warna jingga menyambut kedatangan keretanya Andra. Kereta Serayu Malam yang seharusnya sampai di stasiun pukul 16.30 WIB, menjadi pukul 16.50 WIB. Lalu kereta itu berangkat dari Stasiun Purwokerto pukul  17.00 WIB. Sudah sering dia naik kereta jauh ini. Surabaya, Solo, dan Jogja. Daerah-daerah yang sering dia kunjungi selama setahun ini. Andra terus menyibukkan dirinya sendiri setelah lulus. Bukan mau dirinya untuk sibuk hingga sering keluar kota. Dia hanya ingin menyibukkan diri supaya dapat melupakan Rin. Dia memang sudah punya pacar, tapi dia benar-benar belum bisa melupakan Rin.
Andra duduk di gerbong 3 kursi 17 E. Stasiun tujuan akhir Andra adalah Stasiun Jatinegara. Sesuai dengan rincian yang tertera pada tiket. Dua hari yang lalu adalah hari sibuknya Andra. Di Purwokerto berkeliling dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Mencari kuliner khas dan tempat-tempat bersejarah di Purwokerto. Dan setelah semua itu selesai Andra harus mengetik laporannya. Setelah itu mengirimnya ke kantor melalui email. Hanya di kereta inilah Andra baru bisa merasakan istirahat. Andra tertidur.
Andra tertidur pulas. Perjalanannya masih sangat panjang untuk bisa sampai ke Jakarta. Namun dirinya yang lain tidak tertidur.
***
Kereta terus berjalan. Dari luar suasananya sudah gelap, hanya bisa melihat nyala-nyala lampu dari rumah-rumah penduduk, dan pemandangan sawah yang terlihat agak mencekam pada malam hari. Mr. Choi sedang menikmati perjalanan tersebut walaupun suasana benar-benar gelap di luar.
Sampai di Stasiun Kiaracondong, kereta berhenti  untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Mr. Choi yang sedang mendengarkan musik tersentak saat ada yang memanggilnya menyentuh bahunya.
“Maaf mas, bisa saya duduk di dekat jendela,” menunjuk kursi dekat jendela, “saya tidak nyaman dan cenderung mabok jika tidak duduk di dekat jendela.”
Mr. Choi memicingkan mata.
“Boleh saya lihat tiket masnya dulu?”
Mas yang tadi memberikan tiket itu kepada Mr. Choi.
Mr. Choi memeriksanya. Mr. Choi menimbang-nimbang apakah dia akan memberikan kursi itu atau tidak, karena dari tiketnya memang harusnya disamping dia, walaupun tidak di dekat jendela.
Dia pun memberikan tempat itu setelah menimbang-nimbang selama lima menit. Di wajah penumpang itu terlihat kesal yang dipendam-pendam.
“Mas, kita belum kenalan.” Mr. Choi memberikan tangan dan memulai percakapan.
“Oh, saya Farid, Farid Ardi, masnya siapa namanya?”
“Saya Mr. Choi.”
“Orang Korea?”
“Bukan, saya keturunan, udah dari lahir tinggal di Indonesia.”
“Oh ya, mau tanya nih mas, kenapa mau duduk di dekat jendela, ini kan sudah tengah malam juga, sudah pasti tidak ada yang bisa dilihat.”
“Saya lebih nyaman kalau duduk dekat jendela, bisa senderan juga, terus di luar walaupun gelap nih Mr, saya hanya ingin melihat ke luar. Melihat duniaku sendiri di luar dan mengimajinasikannya.”
“Seperti tidak ada tujuan, misalnya ya Farid?”
“Bukan begitu Mr, saya hmm apa ya. Melihat keluar itu bukan hanya tanpa tujuan, pasti punya tujuan. Seperti saya misalkan, sambil senderan, sambil memikirkan sesuatu atau sambil tiduran. Nah mungkin kalau Mr akan beda lagi kalau Mr yang duduk disini.”
I don’t know. Tapi yang menarik, sambil memikirkan sesuatu? Apa yang mas Farid pikirkan pas ngeliat keluar. Kalau saya biasa aja kalau melihat keluar, memikirkan perasaan kah?”
Semua penumpang kereta sudah tertidur pulas. Seorang wanita tidur menyender dengan prianya. Anak-anak dipangkuan ibunya.
“Perasaan ya? Sudah lama saya melupakan itu Mr.” Tersenyum getir. “saya rasa tidak hanya soal perasaan mister kalau orang yang duduk dekat jendela. Ada banyak alasan, bisa saja orang yang duduk dekat jendela hanya ingin menenangkan diri. Tidak ada yang tahu kalau alasan itu, dan bisa saja berbeda pemikiran saya dengan pemikiran Mister.”
Mr. Choi merasa lapar. Dia pun pamit ke Farid sebentar untuk ke kantin gerbong.
“Bentar saya mau ke belakang dulu.”
Dari gerbong ke gerbong Mr. Choi melihat jajaran-jajaran kursi. Tatapan dia merendahkan.
Farid terus memperhatikan pemandangan keluar jendela. Walaupun gelap, dia hanya ingin meresapinya. Beberapa hari ini pikirannya kalut oleh hubungannya dengan Cantika. Hubungannya terasa membosankan. Jarak yang terlalu jauh dan Farid yang terlalu cuek membuat hubungan ini terasa membosankan. Memikirkan itu membuat ia terasa lelah tiap hari. Sudah berkali-kali Farid mengabaikan telpon dari Cantika. Berbalas pesan pun Farid hanya menjawab sekenanya. Farid pun tertidur.
Mr. Choi kembali dari kantin. Di tangannya membawa kopi botolan dan plastik yang berisi beberapa roti dan makanan kecil.
“Aduh sudah tidur aja ya.” Gerutu Mr. Choi.
Mr. Choi memiringkan kepalanya. Mr. Choi memperhatikan ponsel Farid  yang sedang di charge. Handphone itu menyala karena ada telpon dari seseorang. Nama yang tertera dilayar, Cantika.
Siapa itu? Pacarnya kah? Kenapa malah ditinggal tidur sama nih orang? Ada masalah kah antara mereka berdua?Kerjain ah.  Dalam hati Mr. Choi.
Tangan Mr. Choi berusaha mengambil handponenya Farid. Pelan-pelan. Lalu Mr. Choi berhenti karena melihat ada pergerakan dari Farid. Melihat handphonenya berhenti bergetar, Mr. Choi berhenti.
Farid melek, Farid seolah kaget dengan getar yang berasal dari handphonenya. Dia mematikan handphonenya. Melanjutkan tidurnya. Namun tidak bisa tidur dan memandang keluar jendela.
Mr. Choi disampingnya menikmati pemandangan kegalauan ini dengan makanan ringan sambil meminum kopinya. Sudah hafal dia dengan suasana galau ini. Mr. Choi sering memperhatikan dirinya yang lain galau.
Dirinya sebenarnya heran, kenapa seseorang sering galau karena perasaan. Apakah perasaan itu tidak bisa dibunuh. Terus kenapa pria selalu tidak bisa tegas masalah perasaan baik itu saat menyukai ataupun saat hubungan jarak jauh. Tapi satu prinsip Mr. Choi, setiap kali mempunyai perasaan, harus diutarakan, bukan dipendam atau malah meninggalkan perasaan. Dia benci pria-pria seperti itu, sama bencinya ia dengan tubuh yang satunya jika sedang galau. Mr. Choi mengepalkan tangannya saking bencinya.
Dalam kebenciannya itu dia mempunyai ide yang menarik di kepalanya. Dia pun mempersiapkannya. Dari membeli minum dan menyiapkan sebuah obat. Untuk obat dia sebenarnya sudah sangat siap sedia di tas. Dan yang pasti dia mempunyai alat suntik pula.
Tapi sepertinya itu tidak dibutuhkan karena Farid terlihat sangat lelah, dilihat dari tidurnya yang nyenyak sekali. Dia pun mencoba diam-diam menyalakan handphonenya Farid, mengecek chatting Farid dengan kekasihnya. Dalam benaknya. Wow cuek sekali kau Rid.
Dalam chat terakhir Farid dengan Cantika. Cantika menanyakan kabar dan kapan Farid akan pulang tidak lupa dalam chat tersebut emoticon peluk. Mr. Choi memulai rencananya.
***
Kamar apartemen itu sudah redup. Namun penghuninya masih melihat foto-foto di handphonenya. Cantika masih belum ingin tidur. Membuka foto lalu memperbesar lalu pindah ke foto lain lalu memperbesar lagi, sesekali Cantika mencoba menelepon orang yang berada di foto itu, ingin bertanya kabar dan mendengar suara dari orang itu, tapi tidak diangkat. Mungkin orang itu lelah. Orang di foto itu adalah kekasihnya, Farid. Sudah beberapa bulan ini hubungannya dengan Farid tidak terjalin dengan baik. Di telepon jarang diangkat, di chat balasnya hanya sekenanya, bertemu pun jarang. Mungkin karena sibuk atau apapun itu alasannya, Cantika sangat tidak nyaman. Begitulah perempuan, jika ada yang berubah dari orang yang disayanginya, perempuan langsung mengetahuinya.
Tidurnya tidak teratur akhir-akhir ini. Kantung matanya terlihat jelas. Pikirannya terlalu penuh sehingga tidak bisa tidur cepat.
Tring!
Sayang, besok aku pulang. Sampai di Jakarta sekitar jam 6.00 pagi. Aku sampai di Stasiun Manggarai sekitar jam 8.00 kalau keretanya telat. Kita bertemu di Stasiun Manggarai. Good night sayang. Sleep tight!
Cantika tersenyum.
Iyah good night sayang.
Cantika menemukan kebahagiaannya kembali.
“Ah, waktunya tidur nyenyak!”
***
“Kira-kira dimana ya tempat yang enak untuk mempertemukan Farid dengan pacarnya?” Mr. Choi bergumam pelan sambil berfikir. “ah iya di Manggarai.”
Mr. Choi tersenyum setelah mengirim chat kepada Cantika. Dan Mr. Choi menaruh air mineral yang tadi dipersiapkan. Mr. Choi menaruh disampingnya Farid dan menuliskan pesan di secarik kertas. Ini Mr. Choi persiapkan karena dia sepertinya akan turun duluan.
“Aduh duh elo tidur kayak orang mati Rid. Oh ya, pengennya sih main-main sama pria kayak lo, hm tapi gue kasian sama wanitamu.” Tersenyum licik.
Kereta sudah melewati Stasiun Tambun, yang sebentar lagi di Stasiun Bekasi Mr. Choi turun. Turun untuk melarikan diri dari Farid.
Kereta akan memasuki Stasiun Bekasi. Periksa kembali barang bawaan anda jangan sampai ada yang tertinggal.
Mr. Choi merapikan tasnya dan mengecek barang-barangnya supaya tidak ada yang tertinggal di kereta.
***

Cantika sejak subuh sudah rapih. Baju yang terbaik, tidak berlebihan dan riasan yang terbaik.
Jam 6.00 WIB, Cantika sudah berada di jalanan Jakarta. Mengendarai mobil dari Kuningan sampai Stasiun Manggarai. Wajahnya sumringah setelah enam bulan sadar bahwa hubungan jarak jauh ini ada masalah, akhirnya Farid mengajaknya bertemu dan meminta jemput. Walaupun hari ini minggu, Jakarta tetap saja ramai. Mungkin benar kata sindiran untuk kota ini bahwa “Jakarta akan sepenuhnya bebas macet pada saat Hari Raya Idul Fitri.”
Cantika tidak lupa membawa makan untuk Farid. Cantika ingin makan pagi dengan Farid. Semua harapan-harapan sedang menumpuk dihatinya, termasuk  rencana untuk untuk Farid dan dirinya untuk hari ini.
***
Pukul 6.15 kereta yang ditumpangi Farid sudah sampai di Stasiun Pasar Senen.
Kereta akan memasuki stasiun akhir Stasiun Pasar Senen. Periksa kembali barang bawaan anda. Jangan sampai ada yang tertinggal.
“Mas, mas, sudah sampai Stasiun Senen.” Satpam kereta membangunkan.
“Ah iya, terimakasih mas.” Farid bangun masih agak bingung.
Farid bingung dengan perginya Mr. Choi. Masih mengira kalau Mr. Choi akan turun bersama. Farid langsung keluar dan memesan tiket komuter menuju Stasiun Manggarai.
Stasiun Senen ramai dengan aktifitasnya yang naik dan menurunkan kereta-kereta jarak jauh. Banyak penumpang yang membawa barang. Kardus-kardus yang berisi bawaan dari kampungnya.
Komuter yang akan ke Stasiun Manggarai sudah sampai. Kereta tidak terlalu penuh karena ini adalah hari libur. Jadi Farid masih bisa duduk. Farid menyalakan handphonenya, memasang earphone ke telingannya.
Di Stasiun Kramat, handphonenya Andra berbunyi. Masuk chat dari Cantika.
Sayang, kamu sudah sampai mana? Nanti ketemu di Stasiun Manggarai ya. Aku lagi di Jalan mau ke Stasiun Manggarai nih.
Wah? Yaudah hati-hati.
***
Cantika menyetir mobil dengan tenang. Macet di sekitar daerah Rasuna Said, Kuningan. Selagi macet Cantika chat Farid.
Setelah menunggu lama balasan Farid. Cantika cemberut melihat balasannya. Balasan yang singkat dengan sedikit perhatian. Membuat dia memukul setirnya sendiri yang mengakibatkan klaksonnya bunyi. Tapi orang yang kesal tidak akan menghiraukan bunyi itu.
Cantika tetap melanjutkan perjalanannya. Dia ingin sekali bertemu dengan Farid. Tidak mau tahu apapun yang terjadi Cantika ingin bertemu dengan Farid, itulah kata hatinya  untuk saat ini walaupun sedang kesal.
Puku 7.25 Cantika sudah sampai di Stasiun Manggarai. Dia mempunyai akses untuk masuk ke stasiun tanpa harus membeli dahulu karena mempunyai kartu e-money. Cantika memperhatikan sekitar mencari Farid. Dia mencari tempat duduk yang kosong. Mencari tempat yang pas untuk dapat menemukan Farid. Cantika memilih dekat minimarket yang berakhiran point.
Farid bersiap-siap untuk turun. Tasnya yang dia letakkan di bawah disangkilnya.
Cantika melihat turunnya Farid, menghampirinya. Memegang tangannya, lalu memeluknya. Rasa kesal yang tadi seolah lenyap setelah melihat Farid.
“Hei, maafkan aku ya, yang sering menghilang.” Farid memulai.
“Diam dulu.” Pelukan Cantika makin erat. “kamu jangan sering begitu, aku kangen tau, kita kan jauh, masa kamunya dingin, nanti aku benar-benar kedinginan disini.”
Farid mematung diam dipeluk dan dibilang seperti itu.
Suasana Stasiun seolah berjalan lambat pada saat itu. Farid meneropong masalah-masalahnya dengan Cantika. Dia berpikir, sepertinya tidak ada salahnya untuk memulai kembali.
Farid melepas pelukan Cantika. Tangan kanannya di pundak kanan Cantika, tangan kirinya di pundak kiri Cantika. Kedua matanya memperhatikan Cantika mengeluarkan air mata.
Maafin aku ya, kamu cantik banget loh hari ini. Dalam hatinya Farid.
“Sayang.” Mengusap air mata Cantika. “sudah jangan nangis lagi, aku kan sudah disini.” Memeluk Cantika.
Cantika masih terdengar sesenggukan. Farid mengeratkan pelukannya untuk meredakan kesedihan Cantika.
“Hayuk kita keluar dulu.” Farid menggenggam tangan Cantika menuju pintu keluar.
Sekarang mobil dibawa oleh Farid. Sepanjang perjalanan Cantika tertidur. Terlihat wajah wanita itu yang cantik dengan rambut tergerai. Farid mengarahkan mobilnya ke arah Taman Menteng. Ketika lampu lalu lintas Farid membenarkan posisi tidur Cantika dan tersenyum.
Farid dan Cantika sampai di Taman Menteng. Farid turun dari mobil. Farid membiarkan sebentar Cantika tidur. Dari wajah Cantika, Farid tahu bahwa Cantika akhir-akhir ini pasti sangat kelelahan. Tapi Farid hanya menduga kalau Cantika kelelahan karena banyaknya pekerjaan yang harus Cantika kerjakan.
Farid bersender di samping mobil. Menarik nafas lalu menghembuskan pelan. Melepaskan pikiran yang ada di pikirannya. Lalu lalu masuk membangunkan Cantika.
“Sayang, wake up!” Farid di dekat kuping Cantika. “kita sudah sampai.”
Cantika bangun, dan mengucek matanya.
“Aduh, maaf aku ketiduran sayang.”
“Ngga apa-apa sayang, oh iya nih minum dulu.” Tersenyum. “sudah? Kalau sudah, hayuk kita ke taman.”
“Eh bentar.” Cantika mengambil bekal yang dibawanya di kursi belakang. “aku sebelum berangkat membuat ini loh, khusus buat kamu.”
“Iyah, nanti kita makan bareng.”
Mereka duduk menikmati suasana Taman Menteng. Taman Menteng saat itu sedang sepi. Farid membuka bekal yang diberikan tadi. Farid memutar badannya hingga dia menyamping ke Cantika. Farid ingin memperhatikan terus Cantika. Farid memperhatikan Cantika daritadi gelisah dan terlihat keringat-keringat mengucur. Farid meletakkan tempat bekel itu.
“Sayang, kamu ngga apa-apa?”
Cantika pingsan tepat dipangkuan Farid.
Farid coba membangunkan, tapi tetap tidak bangun.
Farid menggendong Cantika ke mobil. Melajukan mobilnya ke rumah sakit terdekat.
Dalam keramaian rumah sakit Farid menatap kosong ke depan. Memikirkan Cantika, ada penyesalan. Lalu handphonenya berdering. Dari nomer tidak dikenal.
“Halo, ini siapa?”
“Halo rid, sombong sekali kau ini tidak menelpon balik, padahal aku mencatat nomer telepon ku di kertas yang aku tinggalkan untukmu di kereta.”
“Oh Mr. Choi, ada apa?”
“Hmm, kirain aku kamu pingsan Rid, ternyata obatnya ga bekerja padamu ya?”
“Hei, apa yang kamu maksud?”
“Ah, aku kan memasukan obat tidur ke dalam air minum yang aku kasih ke kamu.”
“WHAT?”
“Yes Rid, kebetulan dosis obat tidurnya lumayan banyak yang aku masukan ke dalam air itu, hahaha.”
“HEI, JANGAN MACAM-MACAM MR. BUKAN SAYA YANG KENA EFEK ITU TAPI PACAR SAYA.”
“Baguslah, kamu bisa terus sama pacar kamu jadinya, tujuanku tercapai, haha.”
“HEI, APA MAKSUDNYA?”
Telepon terputus. Farid kesal bukan main, dia mengepalkan tangannya. Dia harus bertindak terhadap orang sosiopat macam Mr. Choi. Dokter datang untuk memberitahu hasil pemeriksaannya.
“Nak Farid, Cantika terpapar obat tidur dengan dosis yang sangat tinggi, kemungkinan 2 atau 3 hari baru bisa sadar, Cantika juga kelelahan karena dilihat dari tanda-tandanya dia kurang tidur.”
“Oh, oke dok, terimakasih.”
Farid masuk ke dalam kamar rawat Cantika. Farid mengelus rambutnya Cantika dan memegang tangannya. Dia menatap sedih. Dan juga ada rasa kesal di dalam hatinya.

“Awas kamu Mr. Choi!”

Comments