“Tring” bunyi
pesan masuk di handphone ku. Aku yang sedang membersihkan rumah dan setelah itu
pergi langsung mengecek handphone.
“ohayou Andra
sayang”. Ternyata dari Tanami pacarku. Pacar ku adalah seorang mahasiswi sastra
Jepang di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta. Terkadang dia memakai
kosakata Jepang kepadaku, mungkin tujuannya untuk melancarkan apa yang dia
pelajari.
“morning
sayang, jangan tidur lagi yah, nanti kan mau pergi.”
“duluan saja
sayang, aku tidak tahu nih pergi atau ngga nya.”
“yah kenapa?”
jika aku mengatakan ini secara langsung pasti kelihatan wajah kecewa ku.
“aku belum
bilang yah, nanti tante ku yang mau nawarin kerjaan ku datang, tidak enak jika
nantinya aku tidak ada.” Dia kebetulan kuliah sambil kerja, alasannya supaya tidak
memberatkan kedua orang tuanya.
“good luck honey.”
Ini dengan hati agak kecewa jawabnya.
“yah maaf yah
aku ngga bisa ikut, ngga apa-apa kan?”
“ngga apa-apa
kok, prioritasin mana yang lebih penting buat kamu aja.” Berharap aku pun
dianggap sebagai prioritas.
“yah terus kamu
gimana?”
“ya sendiri”
agak tertahan di dalam hati.
“yah maaf
sayang.”
“hmmmm”
Setelah
menjawab itu aku pun bersiap-siap untuk pergi menonton teater di Museum
Nasional. Aku memang sudah terbiasa sendiri untuk pergi kemana-mana. Tapi rasanya
ketika sudah mempunyai pacar, benar-benar merasa “sendirian”. Sendirian naik
motor, sendirian naik kereta dan sendirian nonton teater.
***
Stasiun Bekasi
pada hari ini tidak terlalu antri untuk membeli tiket. Selama membeli tiket aku
tidak banyak sekali obrolan, karena memang tidak begitu suka mengobrol. Selama
itu pun aku memasang earphone di telingaku.
Setelah membeli
tiket aku langsung menaiki kereta menuju Stasiun Juanda. Kereta buatku tidak
hanya sekedar moda transportasi yang mengantarkan ke segala tujuan, tetapi juga
tempat berkumpulnya kenangan. Termasuk dengan gebetan.
Aku mempunyai
gebetan yang tidak begitu lama pisah dengan dia, alasannya tidak kuat memang.
Entahlah kenangannya begitu membayangi. Termasuk di kereta ini.
Perjalanan ini,
kereta ini, dan arah yang lumayan mirip. Selama perjalanan aku sama sekali
tidak membayangkan dan memikirkan pacar ku, tetapi malah memikirkan gebetan ku.
***
Didalam gerbong
kereta yang berjalan menuju bogor yang sekarang baru sampai Cakung, aku dan Rin
saling tatap dan membuka obrolan. Setahun ini tidak bertemu, aku kuliah di
Bandung dan ia baru lulus SMA dan mau masuk kuliah.
“rin, bagaimana
kuliah kamu, kamu diterima di kampus mana?”
“hm aku
diterima kampus negeri di Jakarta yang berbasis pendidikan, jurusan D# Tata
Boga.”
“wah bagus
dong, jadi kita bisa lulus barengan” goda ku.
Dia hanya
tersenyum.
“kamu bagaimana
kuliahnya?”
“ya begitulah,
tidak ada yang seru.”
Dia tertawa
kali ini, lalu sibuk dengan handphonenya.
Untuk kali ini
aku merasa tidak nyaman, entah karena sudah lama tidak bertemu karena jarak
yang memisahkan kita berdua.
***
Di waktu yang
sama di gerbong yang mirip. Aku berdiri masih dengan earphone ditelinga
ku. Kali ini musik yang ada di mp3 ku memutarkan lagu Moment dari Lee Chang
Min.
Aku tidak
masalah dengan musiknya. Yang membuatku gusar adalah lyricnya yang pas, membuat
terhanyut bahkan tenggelam dalam lautan nostalgia.
I Miss the
Moment.
Aku benar-benar
seperti flashback ke bagian dimana Aku dengan Rin pergi bersama. Merasa menjadi
orang bodoh yang meninggalkan seorang perempuan dengan begitu saja. Dan lebih
bodohnya lagi aku masih terbayang ketika aku sudah mempunyai pacar.
***
Senja di
Stasiun Bogor. Ada beberapa mahasiswa, anak sekolah, bahkan pekerja yang
siap-siap untuk menaiki kereta dan pulang ke daerahnya di sekitar Bogor bahkan
Jakarta ataupun Bekasi. Termasuk Aku dan Rin. Suara decit ban kereta dan suara
pluit dari petugas stasiun menandakan kereta yang kami tumpangi sudah tiba.
Bunyi pemberitahuan khas stasiun pun memberi tanda untuk masuk. Kereta terisi
lumayan padat. Kami pun berdiri selama perjalanan pulang.
“Rin, kok ngga
pegangan, kalau mau pegang tangan ku aja, takutnya kamu jatuh.” Aku
menyarankan. Dia pun memegang tanganku.
Aku melihat Rin lekat-lekat dan berkata dalam
hati.
Rin, aku rasa
kamu berubah. Ketika mengenalmu pertama kali saat aku menjadi kakak kelas mu,
aku mengenalmu sebagai wanita yang apa adanya. Sekarang, lihat dirimu, kamu
sudah ber make up. Aku sadar kamu sudah menjadi wanita, tapi aku agak kaget
dengan perubahan ini. Aku tidak tahu bisa bertahan atau tidak. jarak yang
memisahkan kita, kita yang sama-sama sibuk, dan alasan lain yang bisa saja
membuat kita, lebih tepatnya aku sanggup bertahan atau tidak.
Aku masih
melihat Rin, sedangkan ia masih memandangi handphonenya. Aku tidak tahu apa
yang terjadi antara kita berdua, yang pasti hatiku berucap seperti itu.
***
Aku ingat
sekali moment itu, moment dimana tanganku dipegangnya. Moment terakhir sebelum
aku berpisah dengannya. Aku benar-benar merasa sepi sekarang. Aku benar-benar
membodohi diriku sendiri dengan mengingat kembali apa yang terjadi di dalam
gerbong. Tanami, aku butuh dirimu. Pikirku dalam hati dan berpikir untuk
memaksa dia untuk ikut. Selanjutnya aku benar-benar tidak berani untuk pergi
sendiri dengan kereta api, aku tidak kuat jika menghadapi kenangan lagi, aku
tidak mau terjebak.
Comments
Post a Comment