BEKASI DENGAN SEMUA BUDAYANYA



Bekasi, daerah yang berada di Jawa Barat. Saya tinggal tepatnya di daerah kabupaten Bekasi, tepatnya berbatasan dengan Laut Jawa pada sebelah utara, Kabupaten Bogor pada sebelah selatan, kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi pada sebelah barat, dan juga Kabupaten Karawang pada sebelah timur. Namun secara umum bekasi adalah kota yang penuh dengan sejarah dan juga kisah kepahlawanan sesuai dengan nama yang disematnya yaitu Kota Patriot.
Ahli filologi Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka dikutip dari blognya sejarawan bekasi yaitu Ali Anwar[1] mentahbiskan nama Bekasi sendiri dengan nama Chandrabhaga, nama sungai yang dibangun pada pada abad ke-5 M, oleh Purnawarman raja dari Kerajaan Tarumanegara. Yang diurai kata terebut berati Chandra yang berarti bulan dan Bhaga yang berarti bahagia. Dan dalam bahasa sansekerta kata Chandra sama dengan kata Sasi dalam bahasa Jawa kuno, sehingga identik dengan kata Sashibaga, apabila diterjemahkan secara terbalik menjadi Bhagasasi. Yang pada perkembangannya kata Bhagasasi berubah pelafalan menjadi Bekasie, Bekasjie, Bekassi, dan terakhir Bekasi.
Chandrabaga yang merupakan nama awal Bekasi merupakan kata yang tercantum dalam Prasasti Tugu yang ditemukan di Kampung Batu Tumbuh, Tugu, Kecamatan Cilincing, Kabupaten Bekasi.[2] Prasasti Tugu adalah prasasti bertulis tertua di Pulau Jawa (abad ke-5 M). Dan ini mengindikasikan kalau masyarakat Bekasi merupakan masyarakat pertama di Pulau Jawa yang telah mengenal huruf dan membaca.
Prasasti Tugu adalah pohonnya, dan akarnya peradaban Bekasi berlangsung sejak 1000 tahun SM yaitu pada jaman Neoliticum dan Paleometalik. Dibuktikan dengan ditemukannya berbagai peralatan hidup masa 2000 tahun silam di tahun 1960-an di Kampung Buni Pendayakan, alat-alat yang ditemukan seperti beliung persegi, manik-manik, perhiasan emas, peruk, piring, kendi dan piring arkamedu. Yang disebut oleh para arkeolog dunia sebagai Situs Buni, sedangkan masyarakat sekitar menamainya dengan bentuk nama jalan, yaitu Jalan Pasar Emas.[3] Sejarah pun tidak berhenti disitu saja. Sekitar 30 km ke arah timur Situs Buni atau 40 KM dari Prasasti Tugu, di Desa Batujaya, Kabupaten Karawang, arkeolog menemukan kompleks percandian Tarumanegara sekitar 150 Ha.
Dalam perjalanannya sebelum Bekasi sudah beberapa kali menjadi bagian dalam  kerajaan-kerajaan besar. Dari kerajaan yang menganut agama Hindu-Buddha ataupun yang beragama Islam. Kerajaan-kerajaan seperti Tarumanegara, Pajajaran dan Kerajaan Demak. Hal ini menandakan bahwa Bekasi sebuah kota yang kaya akan kebudayaan pada perjalanannya.
Bahasa yang digunakan pada masa sekarang ini ialah bahasa Melayu-Betawi Bekasi. Bahasa Melayu-Betawi merupakan campuran dari berbagai etnis pada masa dahulu dan melalui pengembagan disana-sini. Bahasa Betawi yang ada di Bekasi berbeda dengan yang ada di Jakarta seperti apa yang disangkakan orang sebelumnya. Bahasa betawi yang berada di Bekasi dinamakan dengan Betawi Ora/Betawi Pinggiran sedangkan Betawi yang ada di Jakarta disebut dengan Betawi Tengah/Betawi Kota.
Kebudayaan Bekasi yang beragam adalah imbas dari banyaknya kerajaan-kerajaan yang pernah memberikan pengaruhnya ke Bekasi. Seperti Mataram yang membawa pengaruh budaya Jawa, Pajajaran dan Tarumanegara yang membawa pengaruh Sunda, dan juga banyaknya pendatang dari Tiongkok  yang menetap di Bekasi.
Hal diatas membuat dialek Betawi-Bekasi memiliki dialek yang khas. Namun, karena dialek ini berkembang secara alami, tidak ada struktur baku yang jelas dari bahasa ini yang membedakannya dari bahasa Melayu, meskipun ada beberapa unsur linguistik penciri yang dapat dipakai, misalnya dari peluruhan awalan me-, penggunaan akhiran –in (pengaruh bahasa Bali) serta bunyi /a/ terbuka di akhir kata pada beberapa dialek lokal Bekasi (pencampuran unsur Betawi, Sunda-Banten, Jawa, Bali dan Cina) yang membedakan dengan dialek Betawi Jakarta ialah pelafalan bagian akhir ditandai dengan huruf /e/ atau /Ɛ/.[4]
Pengaruh bahasa yang dihasilkan pada dialek Betawi Bekasi mendapatkan pengaruh dari unsur lain di antaranya Sunda, Jawa, Bali, dan sebagainya, selain kebudayaan Betawi. Hal ini yang menyebabkan dialek Bekasi memiliki dialek yang khas dari Jakarta. Walaupun pada kenyataannya Bekasi berada di tataran tanah Sunda.
Dasar yang menyebabkan kekhasan dialek Bekasi adalah pada masa Gubernur VOC J.P. Coen pernah membuat kebijakan menutup kota Jakarta, hal tersebut dilakukan untuk menjaga keamanan pusat pemerintahan dalam bentuk “Residentie Ommelanden van Batavia”[5] menyebabkan banyak penduduk pribumi, Sunda hijrah ke daerah pinggiran Batavia (Jakarta) diikuti penduduk asal Jawa yang mewarnai kosakata bahasa daerah pinggiran, seperti ora ‘tidak’, lanang ‘laki-laki’ dan bocah ‘anak-anak. Ciri yang membedakan dialek Betawi Bekasi dengan Betawi Jakarta dengan ciri ucapnya banyak menggunakan vokal e pada kosakatanya ape, ade, aye, gue dan sebagainya dengan dialek bahasa pinggiran (Bekasi) yang tidak menggunakan vokal e (pepet) tetapi vokal a seperti apa, saya, ada, gua.
Kesenian Bekasi banyak sekali ragamnya yang paling khas adalah topeng dan lenong. Topeng dalam gambarannya adalah hal yang menunjukkan ciri Jawa dan Sunda, di samping warna Bali. Sedangkan jenis kesenian lenong berdasarkan kostum, gaya bahasa dan isi ceritanya dapat dibagi dua kelompok: lenong dan lenong denes.[6]
Lenong saja menceritakan cerita-cerita asli Betawi (Nyai Dasima dan Si Pitung). Sedangkan lenong denes memainkan cerita-cerita Panji, cerita yang berasal dari sastra Jawa.
Selain pengaruh-pengaruh yang dibawa oleh Sunda, Jawa, dan Bali. Bekasi pun banyak mendapat pengaruh unsur-unsur dari Cina, terutama dalam bahasa sehari-hari masyarakat dalam berhitung yang menggunakan hitungan bahasa Cina seperti cepek, gopek, pegoh, seceng, jigoh, dan sebagainya.
Bekasi yang pernah dibully ini. Walaupun orang-orang yang belum begitu kenal sama sekali dengan Bekasi menyebutnya dengan kota dengan budaya yang tidak jelas. Tetapi menurut pribadi penulis yang asli Bekasi, Bekasi adalah segalanya, kota dengan beribu warna, kota yang sedang membangun untuk sejajar dengan kota-kota besar yang ada di Indonesia.


[1] SOURCE www.alianwar.wordpress.com
[2] Pada perkembangannya di tahun 1970-an Cilincing dimasukkan ke dalam wilayah Jakarta Utara)
[3] Masyarakat menjulukinya demikian karena penemuan tersebut juga ditemukannya banyak emas pula, dan juga hasil emas tersebut dijual di dekat tempat penemuan menjadikan nama jalannya dinamai Jalan Pasar Emas. Masih ditemukan hingga sekarang nama jalan tersebut.
[4] Sopandi, Andi, Menelusuri Budaya dan Bahasa Melayu Betawi Dialek Bekasi: Dulu, Kini Prospek sebagai Muatan Lokal, Jurnal Edukasi. 2011 hlm. 98
[5] Wilayah Residentie Ommenlanden van Batavia ini dibagi atas tujuh District (daerah setingkat kewedanaan), yang secara administratif meliputi: Distirct Tangerang Ilir, District Tangerang Udik, District Kebayoran, District Depok, District Kramatjati, District Cibinong, dan District Bekasi. District Bekasi sendiri terdiri atas onderdistrict (daerah setingkat kecamatan) Bekasi, Babelan, Cilincing, dan Pulogadung (Warmansjah et al, 1992: 125-126; The Liang Gie, 1992; 148; Sopandi, 1995: 45) Ibid hlm. 99
[6] Ibid hlm. 100

Comments